BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu
dalam kondisi yang sehat, baik secara fisik maupun secara psikis, karena hanya
dalam kondisi yang sehatlah manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara
optimal.
Menjadi seorang perawat adalah sebuah pekerjaan yang
begitu mulia, seorang perawat dituntut untuk selalu bersikap ramah terhadap
semua orang dan terlebih kepada pasien tersebut, serta dapat memberikan rasa
aman agar pasien tidak mengalami kecemasan, kegelisahan atau rasa takut,
seorang perawat juga dituntut untuk dapat berbicara dengan suara lembut dan
murah senyum.
Bagaimana jika pasien yang dihadapi oleh seorang
perawat tersebut adalah seorang pasien yang menderita gangguan jiwa dimana
seorang manusia yang mengalami gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan
utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku serta pikiran yang terganggu.
Penderita dengan gangguan jiwa mengalami persepsi dan perhatian yang keliru dan
juga afek datar yang tidak sesuai serta gangguan aktivitas motorik yang bizarre (Davison, 2010).
Seorang petugas kesehatan di IGD diwajibkan peka
menggunakan kemampuan penglihatan, pendengaran, indra peraba, serta tanggap
situasi, cepat dan tepat saat menilai perubahan tiba-tiba pasien yang ada di
IGD, karena sewaktu-waktu kondisi status pasien dapat berubah (Berita SKPD,
2013). Kepekaan dari petugas
kesehatan sangat dibutukan untuk tindakan yang akan dilakukan ke pasien
terutama pada pasien gangguan jiwa
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini
yaitu:
1. Apakah
definisi amuk dan suicide ?
2. Apakah
etiologinya (faktor predisposisi dan presipitasi) dari amuk dan suicide?
3. Apa
sajakah manifestasi klinis dari amuk dan suicide?
4. Bagaimanakah
patofisiologi dari amuk dan suicide?
5. Bagaimanakah
woc dari amuk dan suicide?
6. Apa
sajakah pemeriuksaan penunjang dari amuk dan suicide?
7. Bagaimanakah
penatalaksanaan medis dari amuk dan suicide?
8. Bagaimanakah
penatalaksanaan keperawatan dari amuk dan suicide?
9. Apa
saja data fokus pada primary survey pada amuk dan suicide?
10. Apa
sajakah data fokus dari secondary survey pada amuk dan suicide?
11. Apa
sajakah diagnosa yang muncul dari amuk dan suicide?
12. Bagaimanakah
noc,nic,dan rasional / intervensi dari amuk dan suicide?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui mengenai asuhan
keperawatan pada kasus amuk dan suicide.
1.3.2
Tujuan
Khusus
1. Untuk
mengetahui definisi amuk dan suicide.
2. Untuk
mengetahui etiologinya (faktor predisposisi dan presipitasi) dari amuk dan
suicide.
3. Untuk
mengetahui manifestasi klinis dari amuk dan suicide.
4. Untuk
mengetahui patofisiologi dari amuk dan suicide.
5. Untuk
mengetahui woc dari amuk dan suicide.
6. Untuk
mengetahui pemeriuksaan penunjang dari amuk dan suicide.
7. Untuk
mengetahui penatalaksanaan medis dari amuk dan suicide.
8. Untuk
mengetahui penatalaksanaan keperawatan dari amuk dan suicide.
9. Untuk
mengetahui data fokus pada primary survey pada amuk dan suicide.
10. Untuk
mengetahui data fokus dari secondary survey pada amuk dan suicide.
11. Untuk
mengetahui diagnosa yang muncul dari amuk dan suicide.
12. Untuk
mengetahui noc,nic,dan rasional / intervensi dari amuk dan suicide.
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah
1.4.1 Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan wawasan, serta dapat mengaktualisasikannya pada lingkungan sekitar, baik
dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.
1.4.2 Bagi Pembaca
Diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada kasus amuk dan suicide.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Definisi
1.
Amuk
Perilaku
kekerasan (amuk) atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis . Berdasarkan defenisi
ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara
verbal dan fisik. Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah
lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya
disebut dengan perasaan marah.
Kemarahan
adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman.
Ekspresi
marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang
menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh
karena itu marah sering diekspresikan secara tidak langsung.
Sedangkan
menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit
jiwa, Jilid III Edisi I : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari
individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan
yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu
hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif
pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk
mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui
tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.
2.
Suicide
Bunuh diri merupakan
kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja (Harold I,
Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri
dan dapat mengakhiri kehidupan (Budi Anna Kelihat, 1991)
Perlaku destruktif diri yaitu setiap aktifitas yang jika
tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian (Gail Wiscara Stuart, dan Sandra,
J. Sundeen, 1998).
Ide,
isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif à sering
terjadi
pada
remaja ( Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri,1997).
Bunuh diri adalah, perbuatan menghentikan hidup sendiri,
yang dilakukan oleh individu itu sendiri. Namun, bunuh diri ini dapat dilakukan
pula oleh tangan orang lain. Misal : bila si korban meminta seseorang untuk
membunuhnya, maka ini sama dengan ia telah menghabisi nyawanya sendiri. Dimana,
Menghilangkan nyawa, menghabisi hidup atau membuat diri menjadi mati oleh sebab
tangan kita atau tangan suruhan, adalah perbuatan-perbuatan yang termasuk
dengan bunuh diri. Singkat kata, Bunuh diri adalah tindakan menghilangkan nyawa
sendiri dengan menggunakan segala macam cara.
2.2
Etiologi
1.
Amuk
Menurut Stearen kemarahan adalah
kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit
hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan
yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang
tidak terpenuhi.
1. Frustasi,
sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas.
Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa
mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2. Hilangnya
harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk
dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung,
lekas marah, dan sebagainya.
3. Kebutuhan
akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
2.
Suicide
a. Kegagalan
untuk beradaptasi sehingga tidak dapat untuk menghadapi stress
b. Perasaan
terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal untuk
melakukan hubungan yang berarti.
c. Perasaan
marah atau bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman bagi diri sendiri.
d. Cara
untuk mengakhiri keputusasaan.
e. Tangisan
minta tolong.
f.
Dipermalukan didepan umum.
g. Kehilangan pekerjaan.
Sedangkan penyebab berdasarkan
faktor-faktornya yaitu :
1.
Factor genetic
Ada yang berpikir bahwa bawaan genetik seseorang dapat
menjadi faktor yang tersembunyi dalam banyak tindakan bunuh diri. Memang gen
memainkan peranan dalam menentukan temperamen seseorang, dan penelitian
menyingkapkan bahwa dalam beberapa garis keluarga, terdapat lebih banyak
insiden bunuh diri ketimbang dalam garis keluarga lainya. Kondisi kimiawi otak
pun dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak. miliaran neuron
berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang serat syaraf, ada
celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh neurotransmiter yang
membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah neurotransmiter, serotonin, mungkin
terlibat dalam kerentanan biologis seseorang terhadap bunuh diri. Buku Inside
the Brain menjelaskan, “Kadar serotonin yang rendah… dapat melenyapkan
kebahagiaan hidup, mengurangi minat seseorang pada keberadaanya serta
meningkatkan resiko depresi dan bunuh diri.”. Akan tetapi, faktor genetik tidak
bisa dijadikan alasan yang mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan
bunuh diri
2.
Factor keperibadian
Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu
punya potensi untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian.
Para ahli mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung
untuk bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang
terus-menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang mampu
menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan kepastian mengenai harga
dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan menerima penolakan, dan
yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang berharap orang lain membuat keputusan
dan melaksanakannya untuknya (Doman Lum). Robert Firestone dalam buku Suicide
and the Inner Voice menulis bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat
untuk bunuh diri, banyak yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman,
lingkungan keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan
di dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Pengaruh
dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor predisposesi
(faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah kita katakan
bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah seperti
masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta,
penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor
pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor
predisposisi.
Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.
Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.
3.
Factor psikologis
Faktor
psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya dukungan sosial dari
masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan, huru-hara yang
menyebabkan trauma psikologis, dan konflik berat yang memaksa masyarakat
mengungsi. Psikologis seseorang sangat menentukan dalam persepsi akan bunuh
diri sebagai jalan akhir/keluar. Dan psikologis seseorang tersebut juga sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor tertentu juga.
4.
Factor ekonomi
Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi
faktor seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh
dalam pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan
seseorang ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah
keuangan/ekonomi. Mereka berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup, mereka
tidak harus menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya, ada seorang
ibu yang membakar dirinya beserta ananknya karena tidak memiliki uang untuk
makan. Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini biasanya lebih memikirkan
menghindari permasalahan duniawi dan mengakhir hidup.
5.
Gangguan mental dan kecanduan
Gangguan mental merupakan penyakit jiwa yang bisa membuat
seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Mereka tidak memikirkan akan apa yang
terjadi jika menyakiti dan mengakhiri hidup mereka, karena sistem mental sudah
tidak bisa bekerja dengan baik. Selain itu ada juga gangguan
yang bersifat mencandu, seperti depresi, gangguan bipolar, scizoprenia dan
penyalahgunaan alkohol atau narkoba. Penelitian di Eropa dan Amerika Serikat
memperlihatkan bahwa lebih dari 90 persen bunuh diri yang dilakukan berkaitan
dengan gangguan-gangguan demikian. Bahkan, para peneliti asal Swedia mendapati
bahwa di antara pria-pria yang tidak didiagnosis menderita gangguan apapun yang
sejenis itu, angka bunuh diri mencapai 8,3 per 100.000 orang, tetapi di antara
yang mengalami depresi, angkanya melonjak menjadi 650 per 100.000 orang! Dan,
para pakar mengatakan bahwa faktor-faktor yang mengarah ke bunuh diri ternyata
serupa dengan yang di negeri-negeri timur. Namun, sekalipun ada kombinasi
antara depresi dan peristiwa -peristiwa pemicu, itu bukan berarti bunuh diri
tidak bisa dielakan.
2.3
Manifestasi
klinis
1.
Amuk
Kemarahan
dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada
juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala
atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya
adalah ;
1. Perubahan
fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat,
pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar
meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
2. Perubahan
emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak
tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3. Perubahan
perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk,
nada suara keras dan kasar.
2.
Suicide
Tanda dan gejala dari bunuh diri dapat
dilihat dari perilaku di bawah ini secara umum, antara lain :
a) Keputusasaan
b) Celaan terhadap diri sendiri
c) Perasaan gagal dan tidak berharga
d) Alam perasaan depresi
e) Agitasi dan gelisah
f) Insomnia yang menetap
g) Penurunan berat badan
h) Berbicara lamban
i) Keletihan
j) Menarik diri dari lingkungan social.
k) Pernah melakukan percobaan bunuh diri.
l) Memberikan pernyataan ingin mati.
m) Perubahan perilaku secara mendadak, mudah marah, sifat tidak menentu.
n) Tidak memerdulikan penampilan.
a) Keputusasaan
b) Celaan terhadap diri sendiri
c) Perasaan gagal dan tidak berharga
d) Alam perasaan depresi
e) Agitasi dan gelisah
f) Insomnia yang menetap
g) Penurunan berat badan
h) Berbicara lamban
i) Keletihan
j) Menarik diri dari lingkungan social.
k) Pernah melakukan percobaan bunuh diri.
l) Memberikan pernyataan ingin mati.
m) Perubahan perilaku secara mendadak, mudah marah, sifat tidak menentu.
n) Tidak memerdulikan penampilan.
Tanda dan gejala dari bunuh diri dapat
dilihat dari perilaku di bawah ini secara khusus, antara lain :
a. Penyebab bunuh diri pada anak:
1. Pelarian dari penganiayaan atau
pemerkosaan
2. Situasi keluarga yang kacau
3. Perasaan tidak disayang atau selalu
dikritik
4. Gagal sekolah
5. Takut atau dihina di sekolah
6. Kehilangan orang yang dicintai
7. Dihukum orang lain
b. Penyebab bunuh diri pada remaja:
1. Hubungan interpersonal yang tidak
bermakna
2. Sulit mempertahankan hubungan
interpersonal
3. Pelarian dari penganiayaan fisik
atau pemerkosaan
4. Perasaan tidak dimengerti orang lain
5. Kehilangan orang yang dicintai
6. Keadaan fisik
7. Masalah orang tua
8. Masalah seksual
9. Depresi
c. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa:
1. Self ideal terlalu tinggi
2. Cemas akan tugas akademik yang
banyak
3. Kegagalan akademik berarti
kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua.
4. Kompetisis untuk sukses
d. Penyebab bunuh diri pada usia
lanjut:
1. Perubahan status dari mandiri ke
tergantung
2. Penyakit yang menurunkan kemampuan
berfungsi
3. Perasaan tidak berarti di
masyarakat.
4. Kesepian dan isolasi sosial
5. Kehilangan ganda (seperti pekerjaan,
kesehatan, pasangan)
6. Sumber hidup berkurang.
2.4
Pohon
Masalah
1.
Amuk
|
Gangguan konsep diri :
harga diri rendah
2.
|
|
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
1.
Keluhan
utama
2.
Pengalaman
masa lalu yang tidak menyenangkan
3.
Konsep
diri : harga diri
Umumnya pasien
mengatakan hal yang negatif tentang dirinya, yang menunjukan harga diri yang
rendah
4.
Alam
perasaan
§
Sedih
§
Ketakutan
§
Putusa
asa
§
Gembira
berlebihan
Pasien umunya
merasakan kesedihan dan keputusasaan yang sangat mendalam
5.
Interaksi
selama wawancara
§
Bermusuhan
§
Defensif
§
Mudah
tersinggung
§
Tidak
kooperatif
§
Kontak
mata kurang
§
Curiga
Pasien biasanya
menunjukkan kontak mata yang kurang
6.
Afek
§
Datar
§
Tumpul
§
Labil
§
Tidak
sesuai
Pasien biasanya
menunjukkan afek yang datar atau tumpul
7.
Mekanisme
koping maladaptif
§
Minum
alkohol
§
Reaksi
lambat
§
Menghindar
§
Bekerja
berlebihan
§
Mencederai
diri
§
Lainnya
Pasien biasanya
menyesuaikan masalahnya dengan cara menghindar dan mencederai diri
8.
Masalah
psikososial dan lingkungan
§
Masalah
dengan dukungan keluarga
§
Masalah
dengan perumahan
3.2
Diagnosa
1. Amuk
1. Risiko
mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan
2. Perilaku
kekerasan
3. Gangguan
Konsep Diri : Harga Diri Rendah
2. suicide
1.
Isolasi
sosial
2.
Resiko
bunuh diri
3. Gangguan
Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3.3
intervensi/implementasi
Perilaku
Bunuh Diri
|
Tindakan
Keperawatan pada Pasien
|
Tindakan
Keperawatan pada Keluarga
|
1. Isyarat
bunuh diri
|
·
Mendiskusikan cara mengatasi keinginan
bunuh diri
·
Meningkatkan harga diri pasien
·
Meningkatkan kemampuan pasien dalam
menyelesaikan masalah
|
·
Melakukan pendidikan kesehatan tentang
cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri
|
2. Ancaman
bunuh diri
|
·
Melindungi pasien
|
·
Melibatkan keluarga untuk mengawasi
pasien secara ketat
|
Tabel Ringkasan tindakan resiko bunuh diri
Evaluasi
Keperawatan
Selanjutnya,
setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan terhadap kemampuan
pasien resiko bunuh diri dan keluarganya serta kemampuan perawat dalam merawat
pasien resiko bunuh diri.
Tindakan
Keperawatan
1. Ancaman/percobaan
bunuh diri
a. Tindakan
keperawatan pada pasien percobaan bunuh diri
a) Tujuan
keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat
b) Tindakan
keperawatan
Melindungi pasien dengan cara :
1) Temani
pasien terus-menerus sampai pasien dapat dipindahkan ke tempat yang aman.
2) Jauhkan
semua benda yang berbahaya (mis., pisau, silet, gelas dan tali pinggang).
3) Periksa
apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat.
4) Dengan
lembut, jelaskan pada pasien bahwa Anda akan melindungi pasien sampai tidak ada
keinginan bunuh diri.
SP
1 Pasien : Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
b. Tindakan
keperawatan pada keluarga pasien percobaan bunuh diri
a) Tujuan
keperawatan
Keluarga berperan serta melindungi
anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
b) Tindakan
keperawatan
1) Menganjurkan
keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien
sendirian.
2) Menganjurkan
keluarga membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya di sekitar pasien.
3) Menganjurkan
keluarga untuk tidak membiarkan pasien sering melamun sendiri.
4) Menjelaskan
kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.
SP
1 Keluarga : Percakapan dengan keluarga
untuk melindungi pasien yang mencoba bunuh diri.
2. Isyarat
bunuh diri dengan diagnosis harga diri rendah
a. Tindakan
keperawatan pada pasien isyarat bunuh diri
a) Tujuan
keperawatan
1) Pasien
mendapat perlindungan dari lingkungannya.
2) Pasien
mampu mengungkapkan perasaannya.
3) Pasien
mampu meningkatkan harga dirinya.
4) Pasien
mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
b) Tindakan
keperawatan
1) Mendiskusikan
cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga
atau teman.
2) Meningkatkan
harga diri pasien dengan cara :
(a) Memberikan
kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
(b) Memberikan
pujian jika pasien dapat mengatkan persaan positif.
(c) Meyakinkan
pasien bahwa dirinya penting.
(d) Mendikusikan
tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien.
(e) Merencanakan
aktivitas yang dapat pasien lakukan.
3) Tingkatkan
kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
(a) Mendiskuskan
denganpasien cara menyelesiakan masalahnya.
(b) Mendiskusikan
denganpasien efektivias masing-masing cara penyelesian masalh.
(c) Mendiskusikan
dengan pasien cara menyelesikan masalah yang lebih baik.
SP
1 Pasien : melindungi pasien dari isyart bunuh diri.
SP
2 Pasien : meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri
SP
3 pasien : meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien
isyarat bunuh diri.
b. Tindakan
keperawatan pada keluarga pasien isyarat bunuh diri
a) Tujuan
keperawatan
Keluarga mampu merawat pasien yang
berisiko bunuh diri.
b) Tindakan
keperawatan
1) Mengajarkan
keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
-
Menanyakan keluarga
tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada pasien.
-
Mendiskusikan tentang
tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien yang berisiko bunuh diri.
2) Mengajarkan
keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
(a) Mendiskusikan
tentang cara yang dapat dilakukan keluarga jika pasien memperlhatkan tanda dan
gejala bunuh diri.
(b) Menjelaskan
cara-cara melindungi pasien, yaitu dengan :
-
Memberikan tempat aman
-
Menjauhkan barang-barang
yang bias digunakan untuk bunuh diri
-
Selalu melakukan
pengawasan dan meningkatkann pengawasan jika tanda dan gejala bunuh diri
meningkat.
3) Mengajarkan
keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan pasien melakukan percobaan bunuh
diri dengan cara :
(a) Mencari
bantuan tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh
diri tersebut.
(b) Segera
membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan medis.
4) Membantu
keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.
(a) Memberikan
informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
(b) Menganjurkan
keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/control secara teratur untuk
mengatasi masalah bunuh dirinya.
(c) Mengajurkan
keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar, yaitu
benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara pengguanaanya, dan
benar waktu pengguanaanya.
SP
1 Keluarga : Mengajarkan kleuarga tentang cara melindungi anggota keluarga
beresiko bunuh diri (isyarat bunuh diri).
SP
2 Keluarga : melatih keluarga cara merawat pasien resiko bunuh diri/isyarat
bunuh diri.
SP
3 Keluarga : Membuat perencanaan peluang bersama keluarga pasien resiko bunuh
diri.
Pengkajian
Isolasi social
Hubungan
social
a. Orang
yang berarti bagi pasien
b. Peran
serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
c. Hambatan
berhubungan dengan orang lain
Masalah
keperawatan :
a. Pasien
menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Peran
merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Pasien
mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
d. Pasien
merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
e. Pasien
tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f.
Pasien merasa tidak
berguna.
g. Pasien
tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
Pertanyaan-pertanyaan
berikut ini dapat Anda tanyakan pada saat wawancara untuk mendapatkan data
subyektif :
a. Bagaimana
pendapat pasien terhadap orang-orang disekitarnya (keluarga atau tetangga)?
b. Apakah
pasien memiliki teman dekat? Jika ada, siapa teman dekatnya?
c. Apa
yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?
d. Apa
yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya ?
e. Apakah
ada perasaan tidak aman yang di alami oleh pasien ?
f.
Apa yang menghambat
hubungan yang harmonis antara pasien dan orang sekitarnya ?
g. Apakah
pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu ?
h. Apakah
pernah ada perasaan ragu untuk dapat melanjutkan hidup ?
Tanda
dan gejala isolasi social yang didapat melalui observasi.
a. Tidak
memiliki teman dekat.
b. Menarik
diri.
c. Tidak
komunikatif.
d. Tindakan
berulang dan tidak bermakna.
e. Asyik
dengan pikirannya sendiri.
f.
Tidak ada kontak mata.
g. Tampak
sedih, afek tumpul.
Tindakan
keperawatan
a. Tindakan
keperawatan pada pasien
1. Tujuan
keperawatan
a) Pasien
dapat membina hubungan saling percaya.
b) Pasien
dapat menyadari penyebab isolasi social.
c) Pasien
dapat berinteraksi dengan orang lain.
2. Tindakan
keperawatan
a) Membinahubungan
saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya
dengan pasien isolasi social kadang membutuhkan waktu yang lama dan interaksi
yang singkat serta sering karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada
orang lain. Oleh karena itu, perawat harus konsisten akan membuahkan hasil.
Jika pasien sudah percaya dengan perawat, program asuhan keperawatan lebih
mungkin dilaksanakan. Membina hubungan saling percaya dapat dilakukan dengan cara :
1) Ucapkan
salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
2) Berkenalan
dengan pasien.
3) Tanyakan
perasaan dan keluhan pasien saat ini.
4) Buat
kontrak asuhan : apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berpa lama akan
dikerjakan, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
5) Jelaskan
bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan
terapi.
6) Tunjukan
sikap empati terhadap pasien setiap saat.
7) Penuhi
kebutuhan dasar pasien jika mungkin.
b) Membantu
pasien mengenal penyebab isolasi social dengan cara :
1) Tanyakan
pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
2) Tanyakan
penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
c) Bantu
pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara
mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak teman.
d) Membantu
pasien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan cara sebagai berikut.
1) Diskusikan
kerugian jika pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain
2) Jelaskan
pengaruh isolasi social terhadap kesehatan fisik pasien.
e) Membantu
pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
SP
1 pasien : membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab
isolasi social, membantu pasien mengenal manfaat berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan.
SP
2 pasien : mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan
orang pertama [perawat])
SP
3 pasien : melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang
kedua).
b. Tindakan
keperawatan pada keluarga
1. Tujuan
keperawatan
Setelah tindakan keperawatan,
keluarga dapat merawat pasien isolasi social.
2. Tindakan
keperawatan
Keluarga merupakan system pendukung
utama bagi pasien untuk dapat menbantu pasien mengatasi masalah isolasi social
ini karena keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.
Tindakan keperawatan agar keluarga dapat merawat pasien dengan isolasi social
di rumah meliputi hal-hal berikut.
a) Diskusikan
masalah yang dirasakan dalam merawat pasien.
b) Jelasakn
tentang :
(1) Masalah
isolasi social dan dampaknya pada pasien.
(2) Penyebab
isolasi social.
(3) Cara-cara
merawat pasien dengan isolasi social, yaitu :
(a) Bina
hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak
ingkar janji
(b) Berikan
semangat dan dorongan kepada pasien untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama
dengan orang lain, yaitu tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian
yang wajar.
(c) Tidak
membiarkan pasien sendiri di rumah.
(d) Buat
rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
c) Peragakan
cara merawat pasien dengan isolasi social
d) Bantu
keluarga mempraktikan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan masalah
yang dihadapi.
e) Susun
perencanaan pulang bersama keluarga.
SP
1 keluarga : Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai masalah
isolasi social, penyebab isolasi social dan cara merawat pasien isolasi social.
SP
2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktikan cara merawat pasien isolasi social
langsung dihadapan pasien
Evaluasi
Selanjutnya,
setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan terhadap kemampuan
pasien isolasi dan keluarganya serta kemampuan perawat dalam merawat pasien
tersebut.
Source :
Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp, M.App.Sc.2005. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar