BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Kulit atau
sistem integumen adalah organ tubuh yang paling luas. Kompisisi kulit mempunyai
berat ¼ dari total berat badan (Wyscoki, 1995). Integumen merupakan barier
pelindung terhadap organisme penyebab penyakit; organ sensorik untuk nyeri,
suhu dan sentuhan; serta dapat mensintesis vitamin D. Cedera pada integumen berisiko
terhadap keselamatan tubuh dan merangsang respons penyembuhan yang kompleks.
Pengetahuan tentang pola normal penyembuhan luka dapat membantu perawat
mengenali berbagai perubahan yang memerlukan intervensi.
Luka adalah
rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang
berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu.
Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan
mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk
struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya. Proses penyembuhan
tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga
sangat dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi,
pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik).
1.2
Rumusan masalah
Dari
latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah yang ada, yaitu :
1.
Bagaimana
proses penyembuhan luka ?
2.
Bagaimanakah
luka terjadi ?
3.
Apa
saja macam-macam luka ?
1.3
Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini :
1.
Mengetahui
definisi luka
2.
Mengetahui
macam-macam luka
3.
Mengetahui
proses penyembuhan luka.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Macam-macam luka dan cara penanganannya
a. Jenis-jenis luka
1. Berdasarkan Tingkat Kontaminasi Luka.
Bersih (Clean Wounds). Yang dimaksud dengan
luka bersih adalah luka bedah tak terinfeksi yang mana luka tersebut tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan juga infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi
Luka bersih terkontaminasi
(Clean-contamined Wounds). Jenis luka ini adalah luka pembedahan dimana saluran
respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi.
Luka terkontaminasi (Contamined
Wounds) adalah luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan
kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna.
Luka kotor atau infeksi (Dirty or
Infected Wounds) adalah terdapatnya mikroorganisme pada luka. Dan tentunya
kemungkinan terjadinya infeksi pada luka jenis ini akan semakin besar dengan
adanya mikroorganisme tersebut.
2. Berdasarkan Kedalaman Dan Luasnya Luka.
- Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema). Luka jenis ini adalah luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
- Stadium II : Luka "Partial Thickness". Luka jenis ini adalah hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti halnya abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
- Stadium III: Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Luka ini timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan di sekitarnya.
- Stadium IV: Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah luka yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi / kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka.
- Luka Akut. Luka akut adalah jenis luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
- Luka Kronis. Luka kronis adalah jenis luka yang yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
b.
Macam luka dan penangananya
1.
Vulnus excoriasi (Luka lecet)
a)
Pengertian
: Jenis luka yang satu ini derajat nyerinya biasanya lebih tinggi dibanding
luka robek, mengingat luka jenis ini biasanya terletak di ujung-ujung syaraf
nyeri di kulit.
b)
Cara penanganan : Pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan luka
terlebih dahulu menggunakan NaCl 0,9%, dan bersiaplah mendengar teriakan
pasien, karena jenis luka ini tidak memungkinkan kita melakukan anastesi, namun
analgetik boleh diberikan. Setelah bersih, berikan desinfektan. Perawatan jenis
luka ini adalah perawatan luka terbuka, namun harus tetap bersih, hindari
penggunaan IODINE salep pada luka jenis ini, karena hanya akan menjadi sarang
kuman, dan pemberian IODINE juga tidak perlu dilakukan tiap hari, karena akan
melukai jaringan yang baru terbentuk.
2.
Vulnus punctum (Luka tusuk)
a)
Pengertian : Luka tusuk biasanya adalah luka akibat logam, nah yang harus
diingat maka kita harus curiga adalanya bakteri clostridium tetani dalam logam
tersebut.
b)
Cara penanganan : Hal pertama ketika melihat pasien luka tusuk adalah jangan
asal menarik benda yang menusuk, karena bisa mengakibatkan perlukaan tempat
lain ataupun mengenai pembuluh darah. Bila benda yang menusuk sudah dicabut,
maka yang harus kita lakukan adalah membersihkan luka dengan cara menggunakan
H2O2, kemudian didesinfktan. Lubang luka ditutup menggunakan kasa, namun
dimodifikasi sehingga ada aliran udara yang terjadi.
3. Vulnus contussum (Luka kontusiopin)
a)
Pengertian : luka kontusiopin adalah luka memar, tentunya jangan diurut
ataupun ditekan-tekan, karena hanya aka mengakibatkan robek pembuluh darah
semakin lebar saja.
b)
Cara penanganan : Yang perlu dilakukan adalah kompres dengan air dingin, karena
akan mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah, sehingga memampatkan
pembuluh-pembuluh darah yang robek.
4. Vulnus insivum (Luka sayat)
a)
Pengertian : luka sayat adalah jenis luka yang disababkan karena sayatan
dari benda tajam, bisa logam maupun kayu dan lain sebgainya. Jenis luka ini
biasanya tipis.
b)
Cara penanganan : yang perlu dilakukan adalah membersihkan dan memberikan
desinfektan.
5. Vulnus schlopetorum
a)
Pengertian : jenis luka ini disebabkan karena peluru tembakan, maka harus
segera dikeluarkan tembakanya.
b)
Cara penanganan : jangan langsung mengeluarkan pelurunya, namun yang harus
dilakukan adalah membersihkan luka dengan H2O2, berikan desinfektan dan tutup
luka. Biarkan luka selama setidaknya seminggu baru pasien dibawa ke ruang
operasi untuk dikeluarkan pelurunya. Diharapkan dalam waktu seminggu posisi
peluru sudah mantap dan tak bergeser karena setidaknya sudah terbentuk jaringan
disekitar peluru.
6. Vulnus combustion (Luka bakar)
a)
Pengertian : adalah luka yang disebabkan akibat kontaksi antara kulit
dengan zat panas seperti air panas(air memdidih), api, dll.
b)
Cara penanganan : Penanganan paling awal luka ini adalah alirkan dibawah air
mengalir, bukan menggunakan odol apalagi minyak tanah. Alirkan dibawah air
mengalir untuk perpindahan kalornya. Bila terbentuk bula boleh dipecahkan,
perawatan luka jenis ini adalah perawatan luka terbuka dengan tetap menjaga
sterilitas mengingat luka jenis ini sangat mudah terinfeksi. Dan ingat
kebutuhan cairan pada pasien luka bakar.
7. Luka gigitan.
a)
Pengertian : luka jenis ini disebabkan dari luka gigitan binatang,
seperti serangga, ular, dan binatang buas lainya. Kali ini luka gigitan yang
dibahas adalah jenis luka gigitan dari ular berbisa yang berbahaya.
b)
Cara penanganan : mengeluarkan racun yang sempat masuk ke dalam tubuh korban
dengan menekan sekitar luka sehingga darah yang sudah tercemar sebagian besar
dapat dikeluarkan dari luka tersebut. Tidak dianjurkan mengisap tempat gigitan,
hal ini dapat membahayakan bagi pengisapnya, apalagi yang memiliki luka
walaupun kecil di bagian mukosa mulutnya. Sambil menekan agar racunnya keluar
juga dapat dilakukan pembebatan( ikat) pada bagian proksimal dari gigitan, ini
bertujuan untuk mencegah semakin tersebarnya racun ke dalam tubuh yang lain.
Selanjutnya segera mungkin dibawa ke pusat kesehatan yang lebih maju untuk
perawatan lanjut.
8. Laserasi atau Luka
Parut.
a)
Pengertian : Luka parut disebabkan karena benda keras yang merusak
permukaan kulit, misalnya karena jatuh saat berlari.
b)
Cara penanganan : Cara mengatasi luka parut, bila ada perdarahan dihentikan
terlebih dahulu dengan cara menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan kasa
steril atau saputangan/kain bersih. Kemudian cuci dan bersihkan sekitar luka
dengan air dan sabun. Luka dibersihkan dengan kasa steril atau benda lain yang
cukup bersih. Perhatikan pada luka, bila dijumpai benda asing ( kerikil, kayu,
atau benda lain ) keluarkan. Bila ternyata luka terlalu dalam, rujuk ke rumah
sakit. Setelah bersih dapat diberikan anti-infeksi lokal seperti povidon iodine
atau kasa anti-infeksi.
9. Terpotong atau
Teriris
a)
Pengertian : Terpotong adalah bentuk lain dari perlukaan yang disebabkan
oleh benda tajam, bentuk lukanya teratur dan dalam, perdarahan cukup banyak,
apalagi kalau ada pembuluh darah arteri yang putus terpotong.
b)
Cara penanganan : menangani perdarahan terlebih dahulu yakni dilakukan dengan
menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan menggunakan kasa steril atau kain
yang bersih. Bila ada pembuluh nadi yang ikut terpotong, dan cukup besar,
dilakukan pembalutan torniquet. Pembalutan dilakukan dengan menempatkan
tali/ikat pinggang/saputangan pada bagian antara luka dan jantung secara
melingkar, kemudian dengan menggunakan sepotong kayu/ballpoint tali/ikat
pinggang/saputangan tadi diputar sampai lilitannya benar-benar kencang. Tujuan
cara ini untuk menghentikan aliran darah yang keluar dari luka. Setelah itu,
luka ditutup dan rujuk ke rumah sakit. Pembebatan torniquet dilakukan pada
lengan atas atau paha. Pembebatan di tempat lain tidak akan efektif. Pada luka
yang teriris dioles anti infeksi kemudian ditutup kasa steril.
2.2 Proses penyembuhan luka
Tubuh yang sehat mempunyai
kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran
darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan
awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara
normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk
mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas
dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan
jaringan.
Fase
Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka
sampai kira – kira hari kelima.. pembuluh darah yang terputus pada luka akan
menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan
vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi
hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah
saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan
darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi.
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin
dan histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi
cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan
udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas
berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor),
rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan
leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya
kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna
bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut
menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini
disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan
luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.
Gambar 4. Fase
Inflamasi
Fase
Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia
karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung
dari akhir fase inflamasi sampai kira – kira akhir minggu ketiga. Fibroblast
berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar
kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan
kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung
mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan
tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25%
jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen
bertambah karena ikatan intramolekul dan antar molekul.
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel
radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan
permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi
luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi
permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses
mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau
datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini
baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan
luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan
jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase
penyudahan.
Gambar 5. Fase
Proliferasi
Fase
Penyudahan (Remodelling)
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri
dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya
gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini
dapat berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan berkahir kalau semua tanda
radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi
abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda
menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih
diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini
dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan
dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini,
perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit
normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
Gambar 6. Fase
Remodelling
2.3 Klasifikasi
penyembuhan
Penyembuhan luka kulit tanpa
pertolongan dari luar, seperti yang telah diterangkan tadi, berjalan secara
alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan
epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per
secundam intentionem (Latin: sanatio = penyembuhan, per
= melalui, secundus = kedua, intendere = cara menuju kepada).
Cara ini biasanya makan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang
baik, terutama kalau lukanya menganga lebar.
Jenis penyembuhan yang lain adalah penyembuhan
primer atau sanatio per primam intentionem, yang terjadi bila luka
segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Parutan yang
terjadi biasanya lebih halus dan kecil.
Namun, penjahitan luka tidak dapat langsung
dilakukan pada luka yang terkontaminasi berat dan /atau tidak berbatas tegas.
Luka yang compang-camping atau luka tembak, misalnya, sering meninggalkan
jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal.
Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit.
Luka yang demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu dan
kemudian dibiarkan selama 4-7 hari. Baru selanjutnya dijahit dan dibiarkan
sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut penyembuhan primer tertunda.
Jika, setelah dilakukan debridement, luka langsung
dijahit, dapat diharapkan penyembuhan primer.
2.4
Proses Penyembuhan yang menyimpang (Komplikasi)
Komplikasi
Dini
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat
trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering
muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk
adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di
sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan
jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh
darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada
tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering
dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi,
penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan
intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan
Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi
yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau
total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah
faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk
menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko
klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari
setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan
eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar,
kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan
pada daerah luka.
Komplikasi
Lanjut
Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena
reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat
kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas
luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan
intervensi bedah.
Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang
menonjol, nodular, dan kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang –
kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka
setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.
Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh.
Tempat predileksi merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang,
daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang
dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.
Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan.
Biasanya dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi
ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah
terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan bebat
tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan
luka.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di
atas dapat disimpulkan bahwa Luka adalah rusaknya struktur dan
fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal
maupun eksternal dan mengenai organ tertentu.
Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan
mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk
struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya. Proses penyembuhan
tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga
sangat dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi,
pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik).
Oleh karena, itu kita harus apabila
terjadi luka kita tidak harus terlalu khawatir karena luka akan bergenerasi
melakukan pnyembuhan melalui beberapa proses dan juga kita harus menjadi
jaringan integumen kita yaitu kulit dari luka apapun jenisnya.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis dapat memberikan beberapa saran :
1)
Tenaga kesehatan diharapkan memahami
konsep penyembuhan luka serta aplikasi perawatan luka yang dihubungkan dengan
jenis luka serta bahan yang diperlukan.
2)
Kita harus berusaha untuk memahami arti dari hiperplasia serta kita dapat
mengaplikasikan konsep luka tersebut baik jenis-jenisnya maupun penanganannya
3)
Kita juga harus berusaha untuk mencegah diri kita dari suatu lukapenyakit tidak hanya terhadap biasa akan tetapi, juga terhadap luka jenis lain yang dapat
membahayakan diri kita.
DAFTAR PUSTAKA
Patricia A. Potter
& Anne G. Perry. (1999). Fundamental
Keperawatan Edisi 4 Volume 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Jangan Jadi Plagiat...
Semoga Bermanfaat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar