Minggu, 04 September 2016

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien Gangguan Jiwa : Suicide dan Amuk



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal.
Menjadi seorang perawat adalah sebuah pekerjaan yang begitu mulia, seorang perawat dituntut untuk selalu bersikap ramah terhadap semua orang dan terlebih kepada pasien tersebut, serta dapat memberikan rasa aman agar pasien tidak mengalami kecemasan, kegelisahan atau rasa takut, seorang perawat juga dituntut untuk dapat berbicara dengan suara lembut dan murah senyum.
Bagaimana jika pasien yang dihadapi oleh seorang perawat tersebut adalah seorang pasien yang menderita gangguan jiwa dimana seorang manusia yang mengalami gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku serta pikiran yang terganggu. Penderita dengan gangguan jiwa mengalami persepsi dan perhatian yang keliru dan juga afek datar yang tidak sesuai serta gangguan aktivitas motorik yang bizarre (Davison, 2010).
Seorang petugas kesehatan di IGD diwajibkan peka menggunakan kemampuan penglihatan, pendengaran, indra peraba, serta tanggap situasi, cepat dan tepat saat menilai perubahan tiba-tiba pasien yang ada di IGD, karena sewaktu-waktu kondisi status pasien dapat berubah (Berita SKPD, 2013). Kepekaan dari petugas kesehatan sangat dibutukan untuk tindakan yang akan dilakukan ke pasien terutama pada pasien gangguan jiwa


1.2  Rumusan Masalah
      Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1.      Apakah definisi amuk dan suicide ?
2.      Apakah etiologinya (faktor predisposisi dan presipitasi) dari amuk dan suicide?
3.      Apa sajakah manifestasi klinis dari amuk dan suicide?
4.      Bagaimanakah patofisiologi dari amuk dan suicide?
5.      Bagaimanakah woc dari amuk dan suicide?
6.      Apa sajakah pemeriuksaan penunjang dari amuk dan suicide?
7.      Bagaimanakah penatalaksanaan medis dari amuk dan suicide?
8.      Bagaimanakah penatalaksanaan keperawatan dari amuk dan suicide?
9.      Apa saja data fokus pada primary survey pada amuk dan suicide?
10.  Apa sajakah data fokus dari secondary survey pada amuk dan suicide?
11.  Apa sajakah diagnosa yang muncul dari amuk dan suicide?
12.  Bagaimanakah noc,nic,dan rasional / intervensi dari amuk dan suicide?
1.3  Tujuan Penulisan Makalah
      1.3.1  Tujuan Umum
      Untuk mengetahui mengenai asuhan keperawatan pada kasus amuk dan suicide.
1.3.2   Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui definisi amuk dan suicide.
2.      Untuk mengetahui etiologinya (faktor predisposisi dan presipitasi) dari amuk dan suicide.
3.      Untuk mengetahui manifestasi klinis dari amuk dan suicide.
4.      Untuk mengetahui patofisiologi dari amuk dan suicide.
5.      Untuk mengetahui woc dari amuk dan suicide.
6.      Untuk mengetahui pemeriuksaan penunjang dari amuk dan suicide.
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari amuk dan suicide.
8.      Untuk mengetahui penatalaksanaan keperawatan dari amuk dan suicide.
9.      Untuk mengetahui data fokus pada primary survey pada amuk dan suicide.
10.  Untuk mengetahui data fokus dari secondary survey pada amuk dan suicide.
11.  Untuk mengetahui diagnosa yang muncul dari amuk dan suicide.
12.  Untuk mengetahui noc,nic,dan rasional / intervensi dari amuk dan suicide.
1.4 Manfaat Penulisan Makalah
1.4.1 Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta dapat mengaktualisasikannya pada lingkungan sekitar, baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.
1.4.2 Bagi Pembaca
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada kasus amuk dan suicide.















BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.     Definisi
1.    Amuk
Perilaku kekerasan (amuk) atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis . Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik. Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah.
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.
Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh karena itu marah sering diekspresikan secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.
2.    Suicide
 Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja (Harold I, Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan (Budi Anna Kelihat, 1991)
Perlaku destruktif diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian (Gail Wiscara Stuart, dan Sandra, J. Sundeen, 1998).
Ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif à sering terjadi
pada remaja ( Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri,1997).
Bunuh diri adalah, perbuatan menghentikan hidup sendiri, yang dilakukan oleh individu itu sendiri. Namun, bunuh diri ini dapat dilakukan pula oleh tangan orang lain. Misal : bila si korban meminta seseorang untuk membunuhnya, maka ini sama dengan ia telah menghabisi nyawanya sendiri. Dimana, Menghilangkan nyawa, menghabisi hidup atau membuat diri menjadi mati oleh sebab tangan kita atau tangan suruhan, adalah perbuatan-perbuatan yang termasuk dengan bunuh diri. Singkat kata, Bunuh diri adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri dengan menggunakan segala macam cara.
2.2    Etiologi
1.      Amuk
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
1.      Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2.      Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3.      Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.


2.    Suicide

a.       Kegagalan untuk beradaptasi sehingga tidak dapat untuk menghadapi stress
b.      Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal untuk melakukan hubungan yang berarti.
c.       Perasaan marah atau bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman bagi diri sendiri.
d.      Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
e.       Tangisan minta tolong.
f.        Dipermalukan didepan umum.
g.       Kehilangan pekerjaan.
Sedangkan penyebab berdasarkan faktor-faktornya yaitu :
1.      Factor genetic
Ada yang berpikir bahwa bawaan genetik seseorang dapat menjadi faktor yang tersembunyi dalam banyak tindakan bunuh diri. Memang gen memainkan peranan dalam menentukan temperamen seseorang, dan penelitian menyingkapkan bahwa dalam beberapa garis keluarga, terdapat lebih banyak insiden bunuh diri ketimbang dalam garis keluarga lainya. Kondisi kimiawi otak pun dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak. miliaran neuron berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang serat syaraf, ada celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh neurotransmiter yang membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah neurotransmiter, serotonin, mungkin terlibat dalam kerentanan biologis seseorang terhadap bunuh diri. Buku Inside the Brain menjelaskan, “Kadar serotonin yang rendah… dapat melenyapkan kebahagiaan hidup, mengurangi minat seseorang pada keberadaanya serta meningkatkan resiko depresi dan bunuh diri.”. Akan tetapi, faktor genetik tidak bisa dijadikan alasan yang mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri
2.      Factor keperibadian
Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya (Doman Lum). Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi.
Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.
3.      Factor psikologis
Faktor psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya dukungan sosial dari masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan, huru-hara yang menyebabkan trauma psikologis, dan konflik berat yang memaksa masyarakat mengungsi. Psikologis seseorang sangat menentukan dalam persepsi akan bunuh diri sebagai jalan akhir/keluar. Dan psikologis seseorang tersebut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor tertentu juga.
4.    Factor ekonomi
Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi faktor seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh dalam pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan seseorang ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah keuangan/ekonomi. Mereka berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup, mereka tidak harus menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya, ada seorang ibu yang membakar dirinya beserta ananknya karena tidak memiliki uang untuk makan. Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini biasanya lebih memikirkan menghindari permasalahan duniawi dan mengakhir hidup.
5.      Gangguan mental dan kecanduan
Gangguan mental merupakan penyakit jiwa yang bisa membuat seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Mereka tidak memikirkan akan apa yang terjadi jika menyakiti dan mengakhiri hidup mereka, karena sistem mental sudah tidak bisa bekerja dengan baik. Selain itu ada juga gangguan yang bersifat mencandu, seperti depresi, gangguan bipolar, scizoprenia dan penyalahgunaan alkohol atau narkoba. Penelitian di Eropa dan Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari 90 persen bunuh diri yang dilakukan berkaitan dengan gangguan-gangguan demikian. Bahkan, para peneliti asal Swedia mendapati bahwa di antara pria-pria yang tidak didiagnosis menderita gangguan apapun yang sejenis itu, angka bunuh diri mencapai 8,3 per 100.000 orang, tetapi di antara yang mengalami depresi, angkanya melonjak menjadi 650 per 100.000 orang! Dan, para pakar mengatakan bahwa faktor-faktor yang mengarah ke bunuh diri ternyata serupa dengan yang di negeri-negeri timur. Namun, sekalipun ada kombinasi antara depresi dan peristiwa -peristiwa pemicu, itu bukan berarti bunuh diri tidak bisa dielakan.
2.3    Manifestasi klinis
1.      Amuk
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah ;
1.      Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
2.      Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3.      Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.
2.      Suicide
Tanda dan gejala dari bunuh diri dapat dilihat dari perilaku di bawah ini secara umum, antara lain :
a) Keputusasaan
b) Celaan terhadap diri sendiri
c) Perasaan gagal dan tidak berharga
d) Alam perasaan depresi
e) Agitasi dan gelisah
f) Insomnia yang menetap
g) Penurunan berat badan
h) Berbicara lamban
i) Keletihan
j) Menarik diri dari lingkungan social.
k) Pernah melakukan percobaan bunuh diri.
l) Memberikan pernyataan ingin mati.
m) Perubahan perilaku secara mendadak, mudah marah, sifat tidak menentu.
n) Tidak memerdulikan penampilan.
Tanda dan gejala dari bunuh diri dapat dilihat dari perilaku di bawah ini secara khusus, antara lain :

a.       Penyebab bunuh diri pada anak:
1.      Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
2.      Situasi keluarga yang kacau
3.      Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
4.      Gagal sekolah
5.      Takut atau dihina di sekolah
6.      Kehilangan orang yang dicintai
7.      Dihukum orang lain
b.      Penyebab bunuh diri pada remaja:
1.      Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
2.      Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
3.      Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
4.      Perasaan tidak dimengerti orang lain
5.      Kehilangan orang yang dicintai
6.      Keadaan fisik
7.      Masalah orang tua
8.      Masalah seksual
9.      Depresi
c.       Penyebab bunuh diri pada mahasiswa:
1.      Self ideal terlalu tinggi
2.      Cemas akan tugas akademik yang banyak
3.      Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua.
4.      Kompetisis untuk sukses
d.      Penyebab bunuh diri pada usia lanjut:
1.      Perubahan status dari mandiri ke tergantung
2.      Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
3.      Perasaan tidak berarti di masyarakat.
4.      Kesepian dan isolasi sosial
5.      Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
6.      Sumber hidup berkurang.

2.4    Pohon Masalah
1.      Amuk
Resiko Perilaku kekerasan

 
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


 
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

2.     
Resiko Bunuh Diri
 
Suicide



 


Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
 









BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1  Pengkajian
1.      Keluhan utama
2.      Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
3.      Konsep diri : harga diri
Umumnya pasien mengatakan hal yang negatif tentang dirinya, yang menunjukan harga diri yang rendah
4.      Alam perasaan
§  Sedih
§  Ketakutan
§  Putusa asa
§  Gembira berlebihan
Pasien umunya merasakan kesedihan dan keputusasaan yang sangat mendalam
5.      Interaksi selama wawancara
§  Bermusuhan
§  Defensif
§  Mudah tersinggung
§  Tidak kooperatif
§  Kontak mata kurang
§  Curiga
Pasien biasanya menunjukkan kontak mata yang kurang
6.      Afek
§  Datar
§  Tumpul
§  Labil
§  Tidak sesuai
Pasien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul
7.      Mekanisme koping maladaptif
§  Minum alkohol
§  Reaksi lambat
§  Menghindar
§  Bekerja berlebihan
§  Mencederai diri
§  Lainnya
Pasien biasanya menyesuaikan masalahnya dengan cara menghindar dan mencederai diri
8.      Masalah psikososial dan lingkungan
§  Masalah dengan dukungan keluarga
§  Masalah dengan perumahan

3.2  Diagnosa
1.      Amuk
1.      Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan
2.      Perilaku kekerasan
3.      Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
2.      suicide
1.      Isolasi sosial
2.      Resiko bunuh diri
3.      Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3.3 intervensi/implementasi
Perilaku Bunuh Diri
Tindakan Keperawatan pada Pasien
Tindakan Keperawatan pada Keluarga
1.      Isyarat bunuh diri
·         Mendiskusikan cara mengatasi keinginan bunuh diri
·         Meningkatkan harga diri pasien
·         Meningkatkan kemampuan pasien dalam menyelesaikan masalah
·         Melakukan pendidikan kesehatan tentang cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri
2.      Ancaman bunuh diri
·         Melindungi pasien
·         Melibatkan keluarga untuk mengawasi pasien secara ketat
Tabel Ringkasan tindakan resiko bunuh diri



Evaluasi Keperawatan
Selanjutnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan terhadap kemampuan pasien resiko bunuh diri dan keluarganya serta kemampuan perawat dalam merawat pasien resiko bunuh diri.
Tindakan Keperawatan
1.      Ancaman/percobaan bunuh diri
a.       Tindakan keperawatan pada pasien percobaan bunuh diri
a)      Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat
b)      Tindakan keperawatan
Melindungi pasien dengan cara :
1)      Temani pasien terus-menerus sampai pasien dapat dipindahkan ke tempat yang aman.
2)      Jauhkan semua benda yang berbahaya (mis., pisau, silet, gelas dan tali pinggang).
3)      Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat.
4)      Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa Anda akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
SP 1 Pasien : Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
b.      Tindakan keperawatan pada keluarga pasien percobaan bunuh diri
a)      Tujuan keperawatan
Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
b)      Tindakan keperawatan
1)      Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien sendirian.
2)      Menganjurkan keluarga membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya di sekitar pasien.
3)      Menganjurkan keluarga untuk tidak membiarkan pasien sering melamun sendiri.
4)      Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.
SP 1 Keluarga : Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba bunuh diri.
2.      Isyarat bunuh diri dengan diagnosis harga diri rendah
a.       Tindakan keperawatan pada pasien isyarat bunuh diri
a)      Tujuan keperawatan
1)      Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
2)      Pasien mampu mengungkapkan perasaannya.
3)      Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
4)      Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
b)      Tindakan keperawatan
1)      Mendiskusikan cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2)      Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
(a)   Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
(b)   Memberikan pujian jika pasien dapat mengatkan persaan positif.
(c)   Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
(d)   Mendikusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien.
(e)   Merencanakan aktivitas yang dapat pasien lakukan.
3)      Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
(a)   Mendiskuskan denganpasien cara menyelesiakan masalahnya.
(b)   Mendiskusikan denganpasien efektivias masing-masing cara penyelesian masalh.
(c)   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesikan masalah yang lebih baik.
SP 1 Pasien : melindungi pasien dari isyart bunuh diri.
SP 2 Pasien : meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri
SP 3 pasien : meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri.
b.      Tindakan keperawatan pada keluarga pasien isyarat bunuh diri
a)      Tujuan keperawatan
Keluarga mampu merawat pasien yang berisiko bunuh diri.
b)      Tindakan keperawatan
1)      Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
-          Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada pasien.
-          Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien yang berisiko bunuh diri.
2)      Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
(a)   Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga jika pasien memperlhatkan tanda dan gejala bunuh diri.
(b)   Menjelaskan cara-cara melindungi pasien, yaitu dengan :
-          Memberikan tempat aman
-          Menjauhkan barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri
-          Selalu melakukan pengawasan dan meningkatkann pengawasan jika tanda dan gejala bunuh diri meningkat.
3)      Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan pasien melakukan percobaan bunuh diri dengan cara :
(a)   Mencari bantuan tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
(b)   Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan medis.
4)      Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.
(a)   Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
(b)   Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/control secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
(c)   Mengajurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar, yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara pengguanaanya, dan benar waktu pengguanaanya.
SP 1 Keluarga : Mengajarkan kleuarga tentang cara melindungi anggota keluarga beresiko bunuh diri (isyarat bunuh diri).
SP 2 Keluarga : melatih keluarga cara merawat pasien resiko bunuh diri/isyarat bunuh diri.
SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan peluang bersama keluarga pasien resiko bunuh diri.

Pengkajian Isolasi social
Hubungan social
a.       Orang yang berarti bagi pasien
b.      Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
c.       Hambatan berhubungan dengan orang lain
Masalah keperawatan :
a.       Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b.      Peran merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c.       Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
d.      Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
e.       Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f.        Pasien merasa tidak berguna.
g.      Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat Anda tanyakan pada saat wawancara untuk mendapatkan data subyektif :
a.       Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang disekitarnya (keluarga atau tetangga)?
b.      Apakah pasien memiliki teman dekat? Jika ada, siapa teman dekatnya?
c.       Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?
d.      Apa yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya ?
e.       Apakah ada perasaan tidak aman yang di alami oleh pasien ?
f.        Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dan orang sekitarnya ?
g.      Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu ?
h.      Apakah pernah ada perasaan ragu untuk dapat melanjutkan hidup ?
Tanda dan gejala isolasi social yang didapat melalui observasi.
a.       Tidak memiliki teman dekat.
b.      Menarik diri.
c.       Tidak komunikatif.
d.      Tindakan berulang dan tidak bermakna.
e.       Asyik dengan pikirannya sendiri.
f.        Tidak ada kontak mata.
g.      Tampak sedih, afek tumpul.
Tindakan keperawatan
a.       Tindakan keperawatan pada pasien
1.      Tujuan keperawatan
a)      Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
b)      Pasien dapat menyadari penyebab isolasi social.
c)      Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2.      Tindakan keperawatan
a)      Membinahubungan saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya dengan pasien isolasi social kadang membutuhkan waktu yang lama dan interaksi yang singkat serta sering karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain. Oleh karena itu, perawat harus konsisten akan membuahkan hasil. Jika pasien sudah percaya dengan perawat, program asuhan keperawatan lebih mungkin dilaksanakan. Membina hubungan saling percaya  dapat dilakukan dengan cara :
1)      Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
2)      Berkenalan dengan pasien.
3)      Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
4)      Buat kontrak asuhan : apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berpa lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
5)      Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi.
6)      Tunjukan sikap empati terhadap pasien setiap saat.
7)      Penuhi kebutuhan dasar pasien jika mungkin.
b)      Membantu pasien mengenal penyebab isolasi social dengan cara :
1)      Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
2)      Tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
c)      Bantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak teman.
d)      Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan cara sebagai berikut.
1)      Diskusikan kerugian jika pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain
2)      Jelaskan pengaruh isolasi social terhadap kesehatan fisik pasien.
e)      Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
SP 1 pasien : membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab isolasi social, membantu pasien mengenal manfaat berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan.
SP 2 pasien : mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama [perawat])
SP 3 pasien : melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua).
b.      Tindakan keperawatan pada keluarga
1.      Tujuan keperawatan
Setelah tindakan keperawatan, keluarga dapat merawat pasien isolasi social.
2.      Tindakan keperawatan
Keluarga merupakan system pendukung utama bagi pasien untuk dapat menbantu pasien mengatasi masalah isolasi social ini karena keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari. Tindakan keperawatan agar keluarga dapat merawat pasien dengan isolasi social di rumah meliputi hal-hal berikut.
a)      Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien.
b)      Jelasakn tentang :
(1)   Masalah isolasi social dan dampaknya pada pasien.
(2)   Penyebab isolasi social.
(3)   Cara-cara merawat pasien dengan isolasi social, yaitu :
(a)   Bina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji
(b)   Berikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain, yaitu tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar.
(c)   Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
(d)   Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
c)      Peragakan cara merawat pasien dengan isolasi social
d)      Bantu keluarga mempraktikan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan masalah yang dihadapi.
e)      Susun perencanaan pulang bersama keluarga.
SP 1 keluarga : Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai masalah isolasi social, penyebab isolasi social dan cara merawat pasien isolasi social.
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktikan cara merawat pasien isolasi social langsung dihadapan pasien
Evaluasi
Selanjutnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan terhadap kemampuan pasien isolasi dan keluarganya serta kemampuan perawat dalam merawat pasien tersebut.

Source :
Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp, M.App.Sc.2005. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar